Laman

Kamis, 03 November 2016

Sebongkah batu di bukit cumbri





Pemandangannya bagus banget ya.. 

Jika kuhitung kami sudah berjalan sekitar lebih dari 2 jam hingga pos 4 yang menjadi pos terahir di bukit cumbri ini, sebuah bukit yang ada diperbatasan jawatimur dan jawatengah. Padahal puncaknya hanya sekitar 600an mdpl. Berkali kali kami harus berhenti dan berteduh dibawah pohon jambu monyet yang memenuhi bukit ini, panasnya bukan main padahal hari sudah menjelang sore.

Puncaknya sudah terlihat, tapi gak tahan panasnyaa terpaksa ngadem lama

Letihnya terbayar lunas saat kami sampai digundukan bebatuan kars cantik yang menjadi puncaknya, mata kami juga dipuaskan oleh landscape perbukitan dari segala penjuru arah. Angin berhembus lepas, aku teringat photo bukit chocolate di pilipina ,semacam itulah. Tapi aku pikir ini lebih bagus. Tiba tiba mataku tertuju pada sebuah sebongkah batu  sebesar bola tenis dengan bling bling perak yang panjang, batunya sudah mengkristal sehingga tampak istimewa. aku memasukkannya dalam kantong bajuku dan bermaksud membawanya pulang untuk koleksi.
Puncaknya batuan kars purba, karena sudah sore anginnya kencang banget.. Ngeri ngeri zedap.

Suasana masih terang, namun senja mulai terlihat menyapa,  suamiku yang masih asik dengan kameranya. Suasana sore yang indah membuatnya enggan untuk beranjak. Aku memaksa suamiku untuk turun bukit setelah menyadari tidak ada lampu senter di tas kami. Benar saja kami turun bukit sambil tergesa gesa, rasanya tiba tiba matahari menjadi jahat, dia meredup lebih cepat dari pada biasanya.
Anginnya kencang banget, salah berpijak bisa fatal akibatnya.


Ada beberapa puncak batu, pasti gatel buat ambil gambar disini.

Beberapa menit kami sudah sampai di pos ketiga, perasaaanku mulai tidak enak, aku yang berada dibelakang mendengar derap langkah  orang lain yang ikut berlari turun tepat dibelakangku. Aku berkali kali menoleh kebelakang memastikan dan hanya kami berdua yang ada dipuncak sore itu jadi kupastikan tidak ada siapapun yang ikut turun dengan kami.
Pake Manjat manjat batu😂😂 padahal sudah ada jalannya kan? Suka aneh aneh suamiku😂😂

Suara khas serangga malam mulai bermunculan, hari mulai benar benar gelap. Pupil mataku terpaksa beradaptasi dengan pergantian cahaya yang begitu cepat, membuat aku kehilangan kosentrasi hingga aku tidak menyadari, jarakku cukup tertinggal dari suamiku yang ada didepan sedangkan suara langkah kaki dibelakangku semakin jelas seakan hendak mendahuluiku, hitungan detik aku merasakan adanya energi lain yang begitu dekat kemudian menarik lenganku cepat- tepat dibagian kantong ada sesuatu yang berusaha meraihnya. Aku tercekat, nyaris terjatuh dan seketika menyebut asma Allah. Ditengah kepanikan lalu aku berteriak memanggil suamiku, suaraku menggema terdengar menyeramkan. Buru buru aku mempercepat langkahku dengan beberapa lompatan menuju suamiku yang terhenti karena teriakanku.
Kalau kesini sore bisa main main dengan siluet matahari yang kece seperti ini.

Suamiku memberiku air minum yang masih tersisa dan memintaku untuk beristgfar dan aku bercerita singkat ditengah kegelapan, saat itu aku masih merasa ada sosok selain kami berdua yang begitu dekat. lalu dia merogoh kantongku dan mengeluarkan batu yang kubawa dari puncak tadi, dan melemparkannya jauh kebelakang.
"Sepuntene mbah...." kata suamiku ditengah keheningan. Beruntung tidak ada yang membalas ucapannya bahkan hanya sekedar jawaban "aku rapopo". oh -tidak!

Gaya manusia cicak😂

Menuju puncak batu yang lainnya

Menurutku di puncak ini viewnya paling sedap buat ambil gambar

Dari sorot matanya aku tahu dia kesal karena kecerobohanku yang  membawa sesuatu turun dari bukit tanpa sepengatahuannya, tapi tampaknya dia menunda untuk marah dan memilih melanjutkan turun sambil menjaga jarak kami agar tetap dekat, dia terus memintaku membaca doa meminta perlindungan kepada Allah. karena meski hanya sebuah bukit kecil bukan tidak mungkin kami akan tersesat disini ditengah kegelapan.
Hampir semua penjura arah viewnya chantique bingit

Beruntung langit terlihat cerah kami masih bisa menyusuri jalur tanpa bantuan lampu senter atau yang lainnya. Beberapa menit kemudian kami melihat cahaya lampu dari pos jaga. Kami sudah sampai tepat waktu  gangguan apapun. Suamiku mengajakku segera menuju mushola untuk sholat magrib dan menikmati sendi sendi lutut kami yang nyaris lepas karena berlari menuruni bukit dalam waktu kurang dari satu jam.
Aku berbisik pada senja..
Jangan lupa kembali esok hari...

Diserambi mushola Aku bertanya pada suamiku tentang batu dan derap langkah dibelakangku, apakah mungkin ada hubungannya. Dia mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban, menurutnya jika bukan halusinasi, kejadian tadi masih lebih baik daripada kami harus kembali kebukit cumbri  lagi hanya untuk mengembalikan bongkahan batu itu ke tempatnya. Aku menghela nafas panjang... Aku akan mengingat janjiku  tidak akan mengambil apapun dialam, kecuali gambar. 

                               ********
Travel guide:
#biaya masuk Rp.5000 ,hanya untuk penitipan kendaraan yang dikelola karang taruna setempat.
#jaringan dilokasi bagus, tapi tidak tersedia untuk 4G. Janga mengandakkan google maping, bertanyalah pada warga lokal, mereka akan memberi jawaban yang jelas sekali, siapa tahu nanti dianterin.
#bawa cukup persediaan air, jalur yang dilalui cukup terik, tidak ada pohon pohon yang rindang
#disarankan membawa kendaraan sendiri, belum ada transportasi umum menuju lokasi, tapi banyak juga ojek yang siap mengantar pulang dan pergi di terminal ponorogo atau purwantoro
#jangan buang sampah dan jangan ambil sesuatu apalagi buah jambu monyet, karena sengaja ditanam untuk budidaya









Kamis, 29 September 2016

Selamat pagi Gunung Ijen

Ngopi pagi dikaki gunung ijen


Pagi itu aku keluar dari tendaku, dinginnya hujan semalam masih terasa disetiap udara yang kuhirup. Disebelah kanan tenda kulihat dia menyiapkan dua cangkir kopi untuk kami, satu kopi mochaccino untukku dan satu kopi hitam pahit untuknya sendiri.

Kami berdua duduk diatas matras hitam dibawah jejeran pohon pinus yang mengeluarkan getah dengan aroma khas terpentin. aroma yang selalu membuatku merasa ditenangkan. Itu bukan sekumpulan pohon dengan diameter besar tapi cukup menaungi tenda kecil kami.

Lalu dia mulai meracau tentang kenangannya mendaki gunung bersama teman temannya dimasa muda. Tangannya bergerak gerak mengikuti nada bicaranya penuh semangat. Wajahnya juga terlihat bercahaya karena ditimpa sinar matahari  lembut yang menerobos diantara ranting ranting pohon. Aku menatapnya lekat dan dia berhasil menyadarinya.

Tiba tiba camping ground paltuding didepan kami menjadi lebih sunyi saat kami bertatap mata. Dia tersenyum lalu merangkulkan sebelah tangan ke bahuku. Dia meminum kopinya sambil menatap jauh. Aku tidak berhasil menebak apa yang dipikirkannya tapi  hatiku berdesir hebat seakan berlomba dengan deru angin gunung Ijen. Sejenak mulai canggung dengan situasinya, Aku hanya menatap daun daun kering disekitar kakiku yang terbungkus sepatu gunung,menyembuyikan wajahku yang malu.

Dia meletakkan cangkir kopinya di tanah, rupanya hawa dingin membuat kopinya tidak lagi mengeluarkan asap hangat. Lalu kedua tangannya menegakkan bahuku menghadap kearahnya. Disentuhnya kerah jaketku yang berwarna ungu pekat dan merapikannya. Tidak ada kata kata apapun, tapi aku sudah merasakan ada pembicaraan hangat dari dalam hati kita masing masing dan arahnya kebahagiaan.

@camping ground paltuding, kawah ijen.

Seperti Sritanjung

Aku berjalan mengitari candi berbentuk paduraksa yang disusun dari bata berwarna eksotik. Di bahu kiri kaki candi, tanganku mulai meraba-raba dinding bata yang entah sudah berusia berapa lama, beberapa bagian sudah tampak tak terlihat tapi aku masih bisa merasakan potongan cerita pada pahatannya.

"Ada sesuatu yang spesial? " kamu bertanya sambil mengalungkan tali kamera dibahu kananmu dan ikut duduk berjongkok disisiku.

 "Aku mencari ini", aku menunjuk sebuah halaman buku, ada gambar yang sama dengan salah satu sisi candi dihadapan ku. Alismu berkerut, mencoba memahami gambar dari buku tipis yang aku dapatkan dengan tiga lembar uang sepuluh ribuan dari seorang bapak tua penjaga pendopo agung yang kami kunjungi sebelumnya.

 "Ini relief Sritanjung, cerita asal usul Banyuwangi yang ngehit dijaman Majapahit". Kuarahkan tanganku pada didinding candi yang sudah menjadi saksi banyak kisah di masa lalu.


"Banyuwangi?"


"Iya,Banyuwangi... tempat kelahiranku". Tiba tiba ada gelombang kerinduan besar dengan tempat dimana aku lahir dan dibesarkan.

 "Sritanjung adalah lambang kesetiaan seorang istri" Kamu menatapku serius, "apa kamu juga akan setia?" "Tentu saja". Aku menjawab cepat dengan pasti. Tidak ada gumpalan awan dilangit, hingga aku menyadari matahari bisa menyinari bebas anak rambut ikalmu yang menari-nari karena diterpa angin. Senyummu mekar, terlihat persis seperti adonan roti yang keluar dari alat pemanggang. Mengembang sempurna.

 "Tapi jangan harap aku akan menceburkan diri kesungai untuk membuktikannya-tidak akan". Ujarku sambil berjalan mundur menjauhimu.

 Lalu kamu berdiri dan tertawa melihat jariku telunjukku yang kuangkat kearahmu dan kugerakkan kekiri dan kekanan berulang ulang. "

aku juga tidak akan meragukanmu."ucapmu dengan yakin. "sekarang, berbaliklah...biar aku ambil photomu dari belakang", katamu sambil menyiapkan kamera.

 "oh lagi..Kenapa harus selalu dari belakang?"

 "Sungguh, kamu cantik jika tampak punggung"

 Aku memicingkan mata dan bertanya, "itu tidak terdengar seperti pujian"

 Kamu melangkah cepat kearahku, lenganmu yang kokoh melingkar di leherku menarikku dalam pelukanmu. Aku dan kamu larut dalam tawa, lebur bersama atmosfir semua kenangan yang pernah terjadi ditempat itu, dicandi Bajang Ratu.

Minggu, 10 April 2016

Bunga tercantik

"Tunggu Ibu peri..." Ia berlari tergesa 
 "Tunggu sebentar." Ibu peri berhenti seraya mengepakan sayapnya berputar putar 
 "Tolong ibu peri, beri aku benih bunga yg tercantik agar semua orang memujiku difestival bunga kerajaan tahun depan" 
ibu peri pun mengeluarkan sekantong kecil benih bunga dan memberikan pada nya 
"tapi ini hanya benih bunga biasa" ucapnya dg kecewa 
Ibu peri menyibak rambut yg menutupi telinganya 
"Taukah sayang...kecantikan bisa kau cipta pada benih bunga apa saja," 
"Seperti halnya juara yang ada karena penciptaan,bukan karena bentuk kelahiran" 
"Nikmati prosesnya ,walau nanti tak ada yang kan bertepuk tangan untuk bungamu, setidaknya harumnya kan menghiasi seluruh ruang hidupmu"